TaK Berhubungan Dengan Lockdown, Lubang Ozon Dikutub Utara Akhirnya Tertutup
Lubang Ozon di Kutub Utara Akhirnya Tertutup, Tak Berhubungan dengan Lockdown
Selasa, 5 Mei 2020 | 07:03 WIB
Lihat Foto
Editor: Gloria Setyvani Putri
KOMPAS.com - Pada akhir Maret, sejumlah ilmuwan di Copernicus Atmosphere Monitoring Service (CAMS) melihat apa yang mereka sebut "celah besar yang belum pernah terjadi sebelumnya" di atmosfer, menjulang di wilayah Arktika.
Dalam waktu relatif cepat, celah itu lantas berkembang menjadi lubang terbesar yang pernah mereka pantau di belahan bumi utara.
Lubang besar di atmosfer itu kira-kira ukurannya sebesar Pulau Greenland, yang membentang di permukaan lapisan es yang luas di wilayah kutub.
Namun demikian pada 23 April, ada kabar baik: "Lubang ozon di Belahan Bumi Utara 2020 (2020 Northern Hemisphere) yang belum pernah terjadi sebelumnya telah berakhir," demikian cuitan CAMS dalam akun Twitternya.
Mengapa keberadaan ozon penting?
Keberadaan lapisan ozon menjadi penting, karena melindungi Bumi dari terpaan sinar matahari yang berbahaya.
Sebagian besar molekul ozon Bumi tersimpan di lapisan kedua atmosfer Bumi, yaitu di di stratosfer.
Pada ketinggian antara 10 hingga 40 km di atas Bumi, lapisan ozon merupakan salah-satu perisai paling efektif terhadap radiasi ultraviolet.
Adanya celah pada pelindung ini dapat memengaruhi laju pencairan es, memberi tekanan lebih besar pada sistem kekebalan organisme hidup dan meningkatkan risiko kanker kulit dan katarak bagi manusia.
Meskipun ada celah kecil di lapisan ozon di atas wilayah Kutub Utara sebelumnya, hal ini adalah "pertama kali Anda dapat berbicara tentang lubang ozon yang nyata di Kutub Utara", demikian menurut CAMS.
Bagaimana lubang itu muncul dan menghilang?
Lihat Foto
Lembaga CAMS mengatakan lubang yang tumbuh cepat itu merupakan dampak dari kondisi cuaca yang tidak lazim di wilayah Kutub Utara.
Ketika angin kencang menjebak udara dingin di atas lapisan es selama beberapa pekan secara berturut-turut, kondisi itu menciptakan apa yang oleh para ilmuwan disebut "pusaran kutub (polar vortex)" - kekuatan hebat yang berputar sendiri dan menghasilkan dampak yang cukup untuk merobek lubang ozon di lapisan stratosfer.
Meskipun celah itu sekarang tertutup, para ilmuwan mengatakan ozon bisa terbuka lagi jika kondisi meteorologis memungkinkannya.
"Lubang ozon Arktika ini sebenarnya tidak ada hubungannya dengan kebijakan karantina wilayah ( lockdown) terkait virus corona, tetapi lebih disebabkan pusaran kutub yang kuat dan berlangsung lama," kata CAMS dalam sebuah cuitannya.
"Lubang ozon ini pada dasarnya adalah gejala dari persoalan penipisan ozon yang lebih besar. Kali ini lubang ozon di atas Kutub Utara tertutup karena siklus tahunan lokal, bukan penyembuhan jangka panjang. Tapi, ada harapan: lapisan ozon juga dapat pulih, namun perlahan," tambahnya.
Lubang ozon di Antartika masih terbuka
Keberadaan lubang di atas wilayah Kutub Utara adalah peristiwa langka, namun demikian ada lubang yang jauh lebih besar yang terbuka kembali setiap tahun di Antartika selama 35 tahun terakhir.
Meskipun ukurannya bervariasi dari tahun ke tahun, tidak ada tanda-tanda lubang ozon di Antartika ini akan tertutup selamanya.
Proses pemulihan yang berjalan lambat terjadi sejak ada penggunaan CFC (Chlorofluorocarbon) - yang kemudian dilarang pada tahun 1996.
CFC adalah bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan aerosol, busa, pelarut, dan pendingin.
Menurut Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), lubang ozon Antartika telah menyusut sekitar 1 persen hingga 3 persen per dekade sejak tahun 2000.
Sejauh ini, penyusutan terkecil secara keseluruhan pada lapisan ozon di atas Antartika tercatat pada tahun lalu (2019), tetapi WMO memperkirakan lapisan ozon ini tidak akan pulih sepenuhnya sampai setidaknya pada tahun
2050.
Sumber : kompas.com
Komentar
Posting Komentar